TUGAS REVIEW
JURNAL
KELAS : 2EB05
NAMA
KELOMPOK :
Ade Irene Febri
(20210115)
Dimas Agung Prayogi (22210019)
Levian
(24210006)
Rezky Izhardhi N (25210835)
Rina
Rismawati
(25210972)
PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN
MENENGAH DALAM MEMANFAATKAN HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL
Idham Bustamam
Abstrak
Pemberdayaan
Koperasi dan UKM dalam penelitian ini, hanya ingin tahusecara jelas di
lapangan, bagaimana koperasi dan UKM Memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual, dan
seberapa jauh pemerintah memberikan promosi ke lembaga yang bersangkutan,
sehingga informasi yang diterima oleh koperasi dan UKM dari perusahaan sama.
Bunga yang rendah juga di gunakan dalam Hak Kekayaan Intelektual untuk
mendaftarkan perusahaan mereka yang tidak mau membayar biaya di luar bisnisnya.
Responden sangat ingin menunggu informasi promosi tentang Hak Kekayaan
Intelektual dari Pemerintah atau instansi terkait lainnya.
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam era
globalisasi sekarang ini, untuk dunia perdagangan internasional batas negara
boleh dikatakan hampir tidak ada lagi, karena setiap negara telah menyepakati
kesepakatan internasional di bidang perdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan
lain sebagainya harus tunduk kepada kesepakatan tersebut. Dengan demikian
setiap Negara tidak dapat lagi melindungi perekonomiannya dengan kebijakan
tariff maupun fiskal melebihi kesepakatan yang telah diterapkan. Termasuk
diantaranya pemberian perhatian khusus terhadap perlindungan pada hak kekayaan
Intelektual (HaKI) yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian (Agreement
Establishing The Word Trade Organization) yaitu salah satu persetujuan di bawah
WTO berupa perjanjian atau persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait
dengan hak kekayaan intelektual, termasuk perdagangan palsu (Agreement on the
Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights atau persetujuan TRIP’s,
Including Trade in Counferfeit Goods). Indonesia telah mengikrarkan ikut dalam
organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) dengan
mengesahkan keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1997.
Dalam era
tersebut persaingan yang terjadi adalah persaingan antar produsen ataupun
perusahaan dan bukan lagi antar negara. Siapa yang dapat bekerja lebih
professional dan efisien itulah yang keluar sebagai pemenang dan dapat eksis di
pasar.
Undang-Undang
No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil lebih memberikan leluasa gerak dari usaha
kecil. Pada pasal 12/1995 Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek
perizinan usaha sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan
Peraturan Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1. Menyederhanakan tata cara dan jenis
perizinan dengan mengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2. Memberikan kemudahan persyaratan untuk
memperoleh perizinan.
Di bidang
Perkoperasian Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pasal 61
menyebutkan antara lain: “Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim
kondusif yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1. Memberikan kesempatan usaha yang
seluas-luasnya kepada Koperasi;
2. Meningkatkan dan memantapkan kemampuan
Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
3. Mengupayakan tata hubungan usaha yang
saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
4. Memberdayakan Koperasi dalam
masyarakat.
Berbagai
kebijakan tersebut diatas mengindikasikan pemerintah sangat peduli akan tumbuh
dan berkembangnya Koperasi dan Usaha Kecil dengan melindungi dan memberikan
iklim, baik untuk Koperasi dan Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat
ketentuan-ketentuan tentang merek pertama kali dikenal dengan di undangkannya
Undang- Undang No. 21 Tahun 1961 tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”.
Perkembangan
perdagangan dunia internasional yang semakin cepat, menuntut kesepakatan dan
komitmen terhadap pengurangan segala hambatan-hambatan perdagangan dunia
internasional di berbagai aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang
telah disepakati bersama.
2. Rumusan
Masalah
Kalau
dilihat dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut :
1. Sejauh mana sebenarnya minat dari
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI).
2. Sejauhmana pemberian penyuluhan-penyuluhan
HaKI oleh lembagalembaga pemerintah yang terkait.
3. Sejauhmana hambatan-hambatan yang
dihadapi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah selaku pemanfaat HaKI.
3. Tujuan
dan Manfaat
1. Tujuan
Tujuan
dari penelitian ini dapat disampaikan antara lain :
§ Seberapa minat untuk memanfaatkan Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
§ Faktor-faktor penyebab kurang minatnya
untuk memanfaatkan Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil
dan Menengah.
2. Manfaat
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas terkait, serta
KUKM sebagai bahan penyusunan rencana kebijakan yang akan datang.
4. Ruang
Lingkup Penelitian
Ruang
lingkup penelitian meliputi :
1. Gambaran produk-produk yang dihasilkan
KUKM
2. Langkah-langkah operasional yang telah
dilakukan instansi, dinas yang menangani HaKI
3. Faktor-faktor penghambat dalam
mendapatkan HaKI oleh Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti
penting HaKI adalah :
1. “Sebagai suatu sistem, HaKI sebagai
sarana pemberian hak kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan
memberikan perlindungan bagi para pemegang hak dimaksud; dan
2. HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan
ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan
motivasi manusia untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten
& Merek, 2001).
1. Merek
Di dalam
Undang-undang Republik Indonesia tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001, khusus
untuk merek diatur oleh Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001. Yang dimaksud
“Merek” adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda
dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Perlindungan
hukum bagi pemilik merek tidak hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja,
tetapi perlu dipandang dari aspek ekonomi dan sosial yang terdapat dalam
masyarakat. Dalam Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi;
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama atau
keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau
jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu milyar rupiah)”.
2. Sosialisasi Mendapatkan HaKI
Untuk
meningkatkan kesadaran tentang HaKI sangat perlu dilakukan sosialisasi pada
masyarakat. Penilaian komersial patut dihargai bagi seseorang yang telah maju
dalam berbisnis. Nilai komersial bisa hilang apabila usaha tersebut tidak
diikat erat-erat dengan ketentuan perundang-undangan. Di Indonesia kelihatannya
HaKI kurang diminati oleh pelaku bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya
pembinaan pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik jalannya. Hal tersebut
disebabkan kultur masyarakat yang beranggapan memperbanyak karya intelektual
dengan mempromosikan karya tersebut tidak perlu otorisasi, ada yang beranggapan
tanpa HaKI barang/produk juga terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti
menambah beban usaha saja. Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat
khususnya pengusaha tersebut perlu segera diluruskan dan diperbaiki dengan
memberikan pengertian-pengertian yang jelas tentang HaKI.
Tujuan
sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat
mengenai sistem HaKI nasional maupun internasional termasuk dalam hal merek.
3. Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa
merek sering terjadi bagi pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang
dengan baik dengan merek dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana
merek dagangnya telah dipalsukan oleh pengusaha lainnya.
Sengketa
penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana,
disamping pembatalan pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek
dapat dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran.
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan
dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis
dengan barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
III. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Lokasi
penelitian terpilih sampel ada 4 (empat) propinsi yaitu Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung. Terpilihnya empat propinsi
tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data
diperoleh dapat mewakili Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar
sampai pelosok Indonesia. Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragam
usaha industri rumah tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagi pebisnis
kecil, dengan administrasi sangat sederhana, tenaga kerja setempat (lokal), jam
kerja pun belum tentu memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Disamping
itu pertimbangan lain adalah dana dan tenaga yang tersedia.
Dengan
memadukan beberapa propinsi yang mempunyai penghasilan beragam, tentunya akan
muncul pendapat responden tentang minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.
2. Penarikan Sampel
Penelitian
ini mempergunakan teknik antara lain :
a. Field
Work Research
Penelitian
langsung ke lapangan tempat obyeknya (observasi). Dengan cara
interview-interview sekaligus mengisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan.
Interview untuk Koperasi dapat ditujukan pada pengurus koperasi dan manajer
koperasi. Bagi usaha kecil dan menengah interview langsung ditujukan pada
pemilik usaha. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses
tanya jawab ini, dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran-saluran
komunikasi secara wajar dan lancar.
b. Library
Research
Pengamatan
deskriptif diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai permasalahan
yang berhubungan dengan materi penelitian. Teknik tersebut sangat banyak
manfaatnya, memberikan keterpaduan antara teori dengan praktek lapangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Pengusaha
1). Persepsi Dan Pemanfataan HaKI
Dari hasil
survei lapangan diketahui bahwa 100,00% responden menyatakan pernah mendengar
tentang HaKI. Penyuluhan yang telah diperoleh yaitu, dari instansi terkait
(pembina) hanya 18,75%, melalui media massa 5,00%, dan melalui pengusaha
76,25%. Pemahaman tentang HaKI, dari responden yang mengatakan mamahami 30,00%,
dan yang tidak paham HaKI 70,00%. Guna kemajuan usaha telah pula diperoleh
informasi yang jelas, bahwa responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap
jalan 75,00%, dan yang mengatakan terhambat jalannya 25,00% (tabel 1).
Dari
data-data yang telah diperoleh bahwa penyuluhan-penyuluhan tentang arti dan
pentingnya HaKI perlu ditingkatkan secara kontinu dari pemerintah.
2). Minat
Mendapatkan HaKI
Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah yang mengatakan berminat mendapatkan HaKI sebesar
2,25%, kurang minat 52,50%, dan tidak berminat akan HaKI sebesar 45,25%. Kalau
mendapatkan HaKI dalam bentuk paten sebesar 52,50%, dan bentuk merek 47,50%
(tabel 2).
Para
pengusaha mengatakan bahwa belum sepenuhnya tahu mengurus administrasi HaKI.
Disamping itu modal usaha yang dimiliki masih relatif kecil dengan teknologi
sederhana.
3).
Pemilikan HaKI Dan Produk Usaha
Hasil
survei mengatakan bahwa apabila memperoleh HaKI dipergunakan untuk usaha
sendiri sebesar 100,00%. Sedangkan produk yang akan didaftarkan adalah hasil
temuan sendiri 82,50%. Produk mendapatkan HaKI adalah produk yang tidak
memiliki saingan 77,50%, (tabel 3). Pengusaha sebagai responden, usaha yang
dikelola umumnya usaha turun temurun dan telah ditekuni berpuluh-puluh tahun.
4).
Penyuluhan dan Biaya Mendapatkan Informasi
Sebagian
responden HaKI mendapat hambatan dalam mencari informasinya namun responden
tetap menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait. Hasil survei
menggambarkan bahwa tidak ada biaya bila mencari sendiri sebesar 40%. Dapat
dirinci sebagai berikut: Kaltim 30,00%, Kalsel 35,00%, Kalteng 45,00%, dan
Lampung 50,00%. Apabila mencari dan mendengar dari orang lain maka responden
merasa kurang yakin kebenarannya, rata-rata jawaban responden 35,00%. Dapat
dirinci sebagai berikut: Kalsel 25,00%, Kalteng 30,00%, Kaltim 45,00%, dan
Lampung 40,00%. Menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait yang
berwenang memberikan penyuluhan lebih menguntungkan menurut responden,
rata-rata 33,75%. Adapun rinciannya sebagai berikut: Kalsel 45,00%, Kalteng
30,00%, Kaltim 20,00%, dan Lampung 40,00%.
Menunggu
penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait, selain jelas penyuluhan
diperoleh, dan juga kemudahan pemanfaatannya, rata-rata responden memberikan
pendapatnya sebesar 55,00%. Adapun rinciannya sebagai berikut: Kalsel 75,00%,
Kalteng 35,00%, Kaltim 50,00%, dan Lampung 60,00%, (tabel 4).
5). Biaya
Pengurusan HaKI
Jumlah
biaya yang dikeluarkan untuk mengurus HaKI cukup besar, dan beragam untuk tiap
daerah. Dari daftar pertanyaan yang disampaikan, seluruhnya menjawab, ya
(100,00%). Untuk administrasi dijawab rata-rata 57,25%, untuk pendaftaran
rata-rata 30,50%, biaya lain-lain di jawab 52,50% (tabel 5). Kalau dirinci
propinsi sampel bahwa memang ada biaya dikeluarkan, dapat disampaikan jawaban
sebagai berikut: Biaya administrasi daerah responden Kalsel 50,00%, Kalteng
72,00%, Kaltim 32,00% dan Lampung 75,00%. Biaya pendaftaran Kalsel 50,00%,
Kalteng 23,00%, Kaltim 24,00%, dan Lampung 25,00%. Biaya lain-lain Kalsel
75,00%, Kalteng 55,00%, Kaltim 50,00%, dan Lampung 30,00%.
Dari hasil
Pengamatan lapangan, ada indikasi tentang keengganan pengusaha untuk
mengeluarkan biaya pengurusan HaKI. Apabila modal kerja dikeluarkan bukan untuk
membiayai usaha perusahaan, dikhawatirkan kegiatan usaha akan terganggu.
6).
Keuntungan Memiliki HaKI
Dari
jawaban responden diketahui bahwa 42,00% menyatakan bahwa pemilikan HaKI
memberikan keuntungan. Kalau dijabarkan secara rinci per propinsi adalah
sebagai berikut: Memberikan keuntungan, Kalsel 60,00%, Kalteng 40,00%, Kaltim
40,00% dan Lampung 30,00%. Tidak memberikan keuntungan, Kalsel 40,00%, Kalteng
60,00%, Kaltim 60,00%, dan Lampung 70,00%.
Keuntungan
produksi mendapatkan jaminan rata-rata 48,25%, nilai komersilnya naik menjawab
29,25%, mendapatkan kepuasan moral 3,75%, dan dapat dijual belikan menjawab
18,75% (tabel 6).
2. Faktor
Mempengaruhi Mendapatkan HaKI
1).
Permohonan Dan Biaya HaKI
Persyaratan
pengajuan permohonan untuk mendapatkan HaKI telah ditetapkan oleh Departemen
Hukum Dan HAM Cq. Direktorat Jenderal HaKI. Baik untuk permohonan Paten maupun
Merek.
Permohonan
administrasi sebagai berikut:
- Pemohon
langsung mengajukan permohonan kepada Dirjen HaKI di Jakarta.
-
Mengoreksi salah atau benar permohonan oleh Ditjen HaKI melalui Tim.
-
Permohonan ditolak Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup memakan waktu.
-
Pembayaran biaya permohonan, rekening nomor 311928974 BRI Cabang Tangerang atas
nama Direktorat Jenderal HaKI.
- Kantor
Wilayah (Daerah) atau pejabat yang ditunjuk, membubuhkan tanda tangan dan
stempel pada permohonan diterima.
(1). Biaya
Paten antara lain terdiri dari :
- Biaya
permohonan paten
- Biaya
pemeriksaan substansi paten
-
Penulisan deskripsi, abstrak, gambar
- Biaya
lain-lain
(2). Biaya
Merek antara lain terdiri dari :
- Biaya
permohonan merek
- Biaya
perpanjangan merek
- Biaya
pencatatan pengalihan hak merek
- Biaya
lain-lain
2). Usaha Koperasi dan Usaha Kecil
Responden
yang diwawancarai kebanyakan usaha bergerak dalam lingkungan industri kerajinan
rakyat (industri alat rumah tangga). Kegiatan usaha mempekerjakan keluarga,
tetangga dan penduduk sekitar tempat usaha. Pengembangan usaha relatiflamban,
karena modal kecil, usaha turun temurun, kadangkadang produksi berdasarkan
pesanan. Bagi koperasi, jenis usaha ditekuni umumnya unit toko dan unit simpan
pinjam yang kebanyakan melayani anggotanya. Ada jenis usaha lain yang didirikan
koperasi, tapi belum banyak berkembang, oleh karena itu untuk membiayai usaha
tersebut diambilkan dananya dari usaha yang telah maju.
Bagi usaha
koperasi pengambilan keputusannya berbeda sekali dengan keputusan diambil usaha
kecil termasuk usaha menengah. Keputusan yang diambil koperasi berdasarkan
kehendak para anggota, disalurkan melalui rapat anggota. Pengurus koperasi
tidak mempunyai wewenang dalam menentukan kegiatan baru, lebih-lebih kegiatan
tersebut memerlukan biaya-biaya.
Bila
pengurus ingin untuk mendapatkan HaKI, maka pengurus koperasi harus mendapatkan
persetujuan dari anggota dengan rencana kerja yang disahkan. Koperasi milik
anggota dengan semboyan “dari, oleh, untuk” anggota. Rencana kerja yang telah
disahkan melalui rapat, sangat penting bagi organisasi koperasi untuk
mengetahui hasil kerja pengurus dalam satu tahun buku. Didalam neraca tahunan
terlihat apakah suatu koperasi rugi atau untung. Karena lambatnya keputusan
yang diambil harus melalui rapat anggota, bila ada peluang usaha yang harus
diputuskan waktu itu juga, tidak dapat diputuskan. Akibatnya koperasi tidak
dapat mengambil peluang usaha. Beberapa orang pengurus dan manager yang
ditunjuk mengelola usaha koperasi, bukan membuat keputusan tetapi menjalankan
keputusan yang telah ada berdasarkan hasil rapat anggota. Pengurus
mempertanggung jawabkan hasil kerjanya selama tahun buku kepada rapat anggota,
sedangkan manager mempertanggung jawabkan hasil kerjanya kepada pengurus,
karena manager diangkat pengurus dalam surat keputusan dengan masa jabatan
telah ditetapkan. Pekerjaan yang ada di koperasi, baik administrasi organisasi,
administrasi usaha dipertanggung jawabkan pengurus pada akhir tahun buku dalam
rapat anggota tahunan (RAT).
3).
Kiat-Kiat Peningkatan Pemanfaatan HaKI
Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah seharusnya dapat meningkatkan
pemanfaatan penggunana HaKI oleh koperasi, usaha kecil dan menengah. Memberikan
peran yang luas pada Kanwil Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah) antara lain
:
(1).
Pemberian penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2).
Permohonan yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan menengah melalui Kanwil
Hukum Dan HAM di daerah (dinas daerah), segera dikirim kepada Direktorat
Jenderal HaKI di Jakarta, untuk disahkan.
(3).
Bagi daerah pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari Jakarta (luar Jawa),
administrasi pemohon dijamin tidak mengalami kekeliruan.
(4).
Biaya permohonan, biaya lain-lain, besar biayanya ditinjau kembali.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil survei lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1). Rata-rata responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapi belum mengerti arti dan pentingnya, serta prosedur pengajuan administrasi.
2). Rata-rata
responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan (75,00%). Usaha dikelola
kecil-kecil dan diantaranya ada usaha yang turun-temurun
3).
Rata-rata responden mengatakan kurang berminat memiliki HaKI (52,50%), dan
tidak berminat (45,25%). Ini disebabkan biaya dikeluarkan akan mengganggu
kelancaran usaha.
4). Hasil
jajak pendapat dilapangan (survei responden) mengatakan, menunggu penyuluhan
tentang HaKI dari pemerintah dan instansi terkait.
2. Saran-Saran
1). Penyuluhan HaKI didaerah-daerah terus ditingkatkan, agar koperasi, usaha kecil dan menengah mengetahui arti dan pentingnya HaKI.
2). Biaya
permohonan, biaya administrasi, dan biaya lain-lain agar ditinjau kembali,
termasuk syarat pembayaran. Pembayaran oleh pemohon setelah permohonan
diterima, yang disyahkan Direktorat Jenderal HaKI Jakarta.
Daftar
Pustaka
·
Anonimous, (1992). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi,
Direktorat Jenderal Bina Lembaga Koperasi. Jakarta.
·
Anonimous, (1995). Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 9 tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan
Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan.
Jakarta.
·
Anonimous, (2001). Undang-undang Republik
Indonesia Tentang Paten dan Merek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”. Bandung.
·
Hadi Sutrisno, (1993). Metodologi Research.
Penerbit. “Andi Offset”, Yogyakarta.
·
Maulana Insan Budi, (2000). Peran Serta LSM
dalam Pemberdayaan KPKM di Bidang HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan
dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui
Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan
TRIP’s. Jakarta.
·
Nahar Rahimi SH, (2000). Perlindungan Hukum
Terhadap Hak Atas Merek di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Jakarta.
·
Singgih Santoso, (2000). Buku Latihan SPSS
Statistik Paramatrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
·
Sugiyono, (2003). Metode Penelitian Bisnis.
Alfa Beta, Bandung.
·
Suharto, Tata Iryanto, (1996). Kamus Bahasa
Indonesia Terbaru. Penerbit “Indah”. Surabaya.
·
Umar Achmad Zen P, (2000). Sosialisasi dan
Penegak Hukum di Bidang HaKI Khususnya yang Berkaitan dengan Merek Dagang.
Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan
Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
Sumber :