kondisi
penegakan etika bisnis dalam persaingan bisnis di Indonesia semakin berat.
Kondisi ini semakin sulit dan kompleks, karena banyaknya pelanggaran terhadap
etika bisnis oleh para pelaku bisnis itu sendiri, sedangkan pelanggaran etika
bisnis tersebut tidak dapat diselesaikan melalui hukum karena sifatnya yang
tidak terikat menurut hukum.
Persaingan
usaha yang sehat akan menjamin keseimbangan antara hak produsen dan konsumen.
Indicator dari persaingan yang sehat adalah tersedianya banyak produsen, harga
pasar yang terbentuk antara permintaan dan penawaran pasar, dan peluang yang
sama rari setiap usaha dalam bidang industry dan perdagangan. Adanya persaingan
yang sehat akan menguntungkan semua pihak termasuk konsumen dan pengusaha
kecil, dan produsan sendiri, karena akan menghindari terjadinya konsentrasi
kekuatan pada satu atau beberapa usaha tertentu.
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
1.
Kebutuhan Individu
2.
Tidak Ada Pedoman
3.
Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4.
Lingkungan Yang Tidak Etis
5.
Perilaku Dari Komunitas
Sanksi
Pelanggaran Etika :
1.
Sanksi Sosial
Skala
relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’
2.
Sanksi Hukum
Skala
besar, merugikan hak pihak lain.
Pelanggaran
etika bisnis di era globalisasi ini merupakan hal yang wajar dan biasa saja.
Besarnya perusahaan dan pangsa pasar, tidak menutup kemungkinan
terjadinya pelanggaran-pelanggaran etika berbisnis sekalipun telah diawsai
dengan ketatnya per-aturan. Banyak pelanggaran etika bisnis yang dilakukan oleh
para pembisnis yang tidak bertanggung jawab. Hal ini membuktikan terjadinya
persaingan bisnis yang tidak sehat dengan tujuan untuk menguasai pangsa pasar
dan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemajuan perusahaan tanpa
memperdulikan etika berbisnis. Menghalalkan segala cara adalah salah satu cara
untuk menguasai pangsa pasar dan mencari keuntungan yang besar. Dengan
demikian, untuk mewujudkan bisnis yang menguntungkan dan sehat, maka
etika dan norma bisnis harus dijalankan tanpa harus menghalalkan segla cara
bahkan mengorbanak lawan bisnis.
Pelanggaran
etika atau diabaikannya prilaku etis dijumpai diberbagai bidang pada profesi,
antara lain terlihat dalam profesi sebagi berikut:
Pada
profesi akuntan misalnya membantu sebuah perusahaan dalam keringanan pajak,
seperti mengecilkan jumlah penghasilan dan memperbesar pos biaya. Contoh lain
Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum adalah sebuah perusahaan yang pailit
akhirnya memutuskan untuk melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam
melakukan PHK itu, perusahaan sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana
yang diatur dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Contoh
kasus:
TEMPO.CO , Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi menerbitkan surat perintah penyidikan baru untuk Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah. Setelah menjadi tersangka kasus
korupsi penanganan sengketa pemilihan kepala daerah Lebak, Banten, dan
pengadaan alat kesehatan di Banten, Atut kini dijadikan tersangka gratifikasi.
“Di antaranya dari proyek alat kesehatan di Banten,” kata juru bicara KPK, Johan Budi, Selasa, 14 Januari 2014. Dalam konferensi pers pada Senin lalu, ia menyebutkan penyidik telah menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
Berikut penjelasan singkat ketiga kasus yang menjerat Atut itu:
1. Kasus sengketa Pemilukada Lebak, Banten, yang ditangani Mahkamah Konstitusi
Peran: Atut bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, diduga memberikan suap sebesar Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar (kala itu Ketua MK) melalui seorang advokat Susi Tur Andayani, yang juga telah menjadi tersangka kasus yang sama.
Pasal yang menjerat: Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidan. Dengan ancaman hukuman pidana penjara 3-15 tahun, denda Rp 150-Rp 750 juta.
2. Korupsi pengadaan sarana dan prasarana alat kesehatan Provinsi Banten 2011-2013
Peran: Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, mengatakan Atut bertanggung jawab sebagai pengguna anggaran. Wawan juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Baca juga: Airin Siap Jika Harta Suaminya Disita.
Pasal yang menjerat: Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana. Ancaman Pasal 2 adalah pidana penjara 4-20 tahun, dan denda Rp 200 juta-Rp 1 miliar. Sedangkan Pasal 3 pidana penjara selama 1-20 tahun, dan denda Rp 50 juta-Rp 1 miliar.
3. Penerimaan gratifikasi atau pemerasan
Peran: Belum dijelaskan. Namun, juru bicara KPK Johan Budi S.P. saat jumpa pers mengatakan penetapan ini merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten pada 2011-2013.
Pasal yang dijeratkan: Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman Pasal 12 adalah 4-20 tahun penjara, dan Rp 200 juta-Rp 1 miliar. Sedangkan Pasal 5 dan Pasal 11 adalah pidana penjara selama 1-5 tahun, dan denda Rp 50-Rp 250 juta.
“Di antaranya dari proyek alat kesehatan di Banten,” kata juru bicara KPK, Johan Budi, Selasa, 14 Januari 2014. Dalam konferensi pers pada Senin lalu, ia menyebutkan penyidik telah menemukan dua bukti permulaan yang cukup.
Berikut penjelasan singkat ketiga kasus yang menjerat Atut itu:
1. Kasus sengketa Pemilukada Lebak, Banten, yang ditangani Mahkamah Konstitusi
Peran: Atut bersama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, diduga memberikan suap sebesar Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar (kala itu Ketua MK) melalui seorang advokat Susi Tur Andayani, yang juga telah menjadi tersangka kasus yang sama.
Pasal yang menjerat: Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidan. Dengan ancaman hukuman pidana penjara 3-15 tahun, denda Rp 150-Rp 750 juta.
2. Korupsi pengadaan sarana dan prasarana alat kesehatan Provinsi Banten 2011-2013
Peran: Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, mengatakan Atut bertanggung jawab sebagai pengguna anggaran. Wawan juga menjadi tersangka dalam kasus ini. Baca juga: Airin Siap Jika Harta Suaminya Disita.
Pasal yang menjerat: Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana. Ancaman Pasal 2 adalah pidana penjara 4-20 tahun, dan denda Rp 200 juta-Rp 1 miliar. Sedangkan Pasal 3 pidana penjara selama 1-20 tahun, dan denda Rp 50 juta-Rp 1 miliar.
3. Penerimaan gratifikasi atau pemerasan
Peran: Belum dijelaskan. Namun, juru bicara KPK Johan Budi S.P. saat jumpa pers mengatakan penetapan ini merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten pada 2011-2013.
Pasal yang dijeratkan: Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman Pasal 12 adalah 4-20 tahun penjara, dan Rp 200 juta-Rp 1 miliar. Sedangkan Pasal 5 dan Pasal 11 adalah pidana penjara selama 1-5 tahun, dan denda Rp 50-Rp 250 juta.
Analisis:
masalah
yang melibatkan ketua MK maka telah terjadi penyelewengan antara tugas,
peraturan dan implementasi yang diterapkan di lapangan. Terbukti dengan
diketahuinya kasus suap tersebut maka MK sudah melanggar sumpah dia dalam
menjalankan tugas sebagai aparatur Negara yang seharusnya memberikan pelayanan
prima terhadap public dengan menjaga martabat diri dan pihak lain yang
dilayani. Sebagai aparatur Negara seharusnya memberikan pelayanan yang jujur,
transparan, adil, mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum. Namun pada
masa jabatan yang ketua MK Akil Mochtar seakan semuanya palsu, penuh dengan
ambisi ingin memberikan kekayaan pada dirinya dan keluarganya sendiri dengan
menerima suap dari adik Gubernur Banten Ratu Arut Chosiyah untuk melancarkan
dalam pemilihan kepala daerah Banten. Ketua MK seakan tidak memikirkan
masyarakat lain dengan melanggar semua sumpah yang telah dia katakana saat
pelantikannya sebagai ketua MK.
Gubernur Banten, Ratu Atut chosiyah juga merupakan salah satu aparat Negara (birokrat) yang harusnya memberikan pelayanan terbaik dan mengabdikan diri kepada Banten untuk menjadikan Banten lebih maju. Namun dengan diembannya jabatan sebagai gubernur maka dia menyalahgunakan jabatannya sebagai jalan untuk melakukan korupsi untuk mensejahterakan hidupnya dan keluarganya serta memberikan peluang bagi seluruh keluarganya untuk ikut atau masuk dalam keanggotaan aparatur Negara atau masuk dalam birokrasi politik. Sebenarnya dalam UU diperbolehkan dalam keluarga ada lebih dari satu yang menjadi anggota birokrat namun dengan jalan yang benar atau transparan sesuai UU dan tanpa suap. Namun yang dilakukan dalam dinasti Atut ini semua anggota keluarganya menjadi anggota birokrat yang semuanya diduga dengan adanya tindak suap menyuap.
Dari kasus ketua MK Akil Mochtar dan juga dinasti Ratu Atut ini disebabkan oleh rendahnya moral yang dimilikinya, lemahnya nilai social, kepentingan umum dan tanggungjawab social yang dikesampingkan sehingga terjadilah suatu penyelewengan yang banyak dilakukan. Sehingga para birokrat ini mudah terpengaruh atau mudah tergiur pada tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh para birokrat. Disini jelas terlihat banyaknya pelanggaran etika yang terjadi di dalam kasus ini,seharusnya pemimpin masyarakat memberikan contoh dan perilaku yang baik untuk masyarakat bukan memanfaatkan jabatan untuk kepentingan individu.
Birokrasi sekarang bukanlah memberikan pelayanan prima bagi public atau masyarakat namun jabatan birokrasi sekarang seperti diperjual belikan, siapa yang mampu membayar paling banyak maka dialah yang akan menduduki jabatan tersebut. Birokrasi dijadikan lahan bisnis bagi para birokrat yang hanya mengandalkan uang tanpa tahu tugas apasaja yang diembannya. Sehingga inilah yang memberikan banyak peluang terjadinya korupsi. Koruptor seharusnya dibasmi sampai pada akarnya supaya Negara tidak dirugikan oleh ulah semua koruptor. Tindakan atau hukuman yang harusnya diberikan kepada koruptor adalah memiskinkan koruptor sampai semua orang takut untuk berbuat korupsi, namun hokum di Indonesia masih lemah sehingga para koruptor tidak pernah jera dan tidak merasa takut akan perbuatannya. Semoga dengan adanya KPK ini korupsi bisa dibasmi sampai akarnya.
Sumber: