UU NO.5 TAHUN 2011 AP
(AKUNTAN PUBLIK) DALAM MENGHADAPI ERA INTERNATIONAL FINANCIAL REPORT
STANDARD (IFRS)
UU ini pertama kali
disahkan oleh Presiden kita Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 3 Mei
2011. UU ini terdiri dari 62 pasal yg dibagi kedalam 16 bab yg
mengatur dari hak & kewajiban, perijinan Akuntan Publik , kerja sama
Akuntan Publik,"SANKSI ADMINISTRATIF". Dalam UU ini sanksi-sanksi
yang diberlakukannya semakin ketat dan jelas.
Beberapa point hal baru
antara lain: terkait jasa (pasal 3), proses menjadi AP & perijinan AP
(pasal 5&6), rotasi audit (pasal 4), AP asing (pasal 7), Bentuk usaha AP
(pasal 12), Rekan non AP (pasal 14-16), Pihak terasosiasi (pasal 29 & 52),
KPAP (komite profesi akuntan publik) (pasal 45-48), OAI (organisasi audit
Indonesia) (pasal 33-34), Kewenangan APAP (asosiasi profesi akuntan publik)
(pasal 43-44), Tanggung jawab KAPA/OAA (pasal 38-40), Jenis sanksi administrasi
(pasal 53), dan Sanksi pidana (pasal 55-57).
Berikut adalah pasal-pasal pada UU No. 5
Tahun 2011 yang mendukung perizinan akuntan publik asing untuk bekerja di
Indonesia :
Pasal 1
(1) Akuntan Publik
adalah seseorang yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa sebagaimana
diatur dalam Undang - Undang ini.
(2) Akuntan Publik Asing
adalah warga negara asing yang telah memperoleh izin berdasarkan hukum di
negara yang bersangkutan untuk memberikan jasa sekurang - kurangnya jasa audit
atas informasi keuangan historis.
Pasal 7
(1) Akuntan
Publik Asing dapat mengajukan permohonan izin Akuntan
Publik kepada Menteri
apabila telah ada perjanjian saling pengakuan
antara Pemerintah
Indonesia dan pemerintah negara dari Akuntan
Publik Asing tersebut.
(3) Akuntan
Publik Asing yang telah memiliki izin Akuntan Publik tunduk pada Undang -
Undang ini.
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai persyaratan dan tata cara permohonan izin Akuntan Publik Asing
menjadi Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 17
(1) KAP
yang mempekerjakan tenaga kerja profesional asing harus sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan.
(2)
Komposisi tenaga kerja profesional asing yang dipekerjakan pada KAP
paling banyak 1/10 (satu per sepuluh) dari
seluruh tenaga kerja
profesional untuk
masing-masing tingkat jabatan pada KAP yang
bersangkutan.
Berdasarkan Pasal di
atas jelas sekali bahwa peraturan di Indonesia membuka ruang bagi akuntan
publik asing untuk memperoleh izin untuk menjual jasa audit di Indonesia dan
akan menyebabkan persaingan yang lebih luas serta sulit bagi akuntan publik
dalam negeri.
Tujuan dari UU Akuntan Publik ini adalah
·
melindungi kepentingan publik
·
mendukung perekonomian yg sehat
·
efisien dan transparansi
·
memelihara integritas profesi AP
·
meningkatkan kompetensi dan kualitas profesi AP
·
melindungi kepentingan profesi AP sesuai dengan standard dan kode etik profesi.
International Financial
Reporting Standards ( IFRS ) yang dirancang sebagai bahasa global umum untuk
urusan bisnis sehingga rekening perusahaan dapat dimengerti dan dapat
dibandingkan melintasi batas internasional
International Accounting
Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting
Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi yang memberikan
penekanan pada penilaian (revaluation) profesional dengan disclosures yang
jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga
mencapai kesimpulan tertentu. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan dapat
dengan mudah membandingkan informasi keuangan entitas antar negara di berbagai
belahan dunia.
Saat ini banyak
negara-negara di Eropa, Asia, Afrika, Oseania dan Amerika yang menerapkan IFRS.
Standar akuntansi internasional (International Accounting Standards/IAS) di
susun oleh 4 organisasi utama dunia ,yaitu Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB),Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional
Pasar Modal (IOSOC) dan Federasi Akuntansi Internasional (IFAC).
Dengan mengadopsi IFRS
berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat suatu
perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu perusahaan akan memiliki
daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan keuangannya.
Dengan demikian Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global
yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi,
termasuk merger dan akuisisi lintas Negara.
Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia.
Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya.
Prinsip
Pertama- Tanggung Jawab Profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
Prinsip
Kedua- Kepentingan Publik
Dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Ketiga-
Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Prinsip
Keempat- Obyektivitas
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Prinsip
Kelima- Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.
Prinsip
Keenam- Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Prinsip
Ketujuh- Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip
Kedelapan- Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
PENGERTIAN
IFRS
IFRS
merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International
Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional
(International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama
dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat
Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi
Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Tujuan IFRS
adalah :
Memastikan
laporan keuangan intern perusahaan untuk periode-periode yang dimasukan dalam
laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi.
Transparasi
bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.
Menyediakan
titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
Dapat
dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna.
Manfaat dari
adanya suatu standard global IFRS :
1.
Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh
dunia tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi
yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi
alokasi local
2.
Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik
3.
Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai
merger dan akuisisi
4. Gagasan
terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam
mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.
Prinsip-prinsip
NC IFRS 1: Waktu Adopsi Pertama Standar Pelaporan
Keuangan Internasional (efektif 2010)
Menurut perbandingan, Deloitte 2009 ada standar khusus
di adopsi pertama kali Internasional Standar Pelaporan Keuangan ada dalam
kerangka akuntansi Belanda.
NC IFRS 2: Pembayaran berbasis Saham (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, tidak seperti
IFRS, "mengandung DASS pengobatan alternatif yang memungkinkan untuk
mengukur pembayaran berbasis ekuitas saham dengan karyawan sebesar nilai
intrinsik mereka pada tanggal pemberian opsi dan nilai ini diakui langsung
sebagai beban" (hal. 6).
NC IFRS 3: Penggabungan Usaha (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada banyak
perbedaan antara kerangka kerja akuntansi internasional dan Belanda. Sebagai
contoh, tidak seperti kerangka internasional, "metode pembelian diperlukan
untuk kombinasi diklasifikasikan sebagai akuisisi dan metode penyatuan
kepemilikan diperlukan untuk kombinasi diklasifikasikan sebagai penyatuan
kepemilikan" (hal. 6). Tahun 2006 laporan KPMG poin perbedaan lainnya,
yang meliputi, namun tidak terbatas pada, akuntansi kewajiban untuk
restrukturisasi pasca-akuisisi direncanakan, kewajiban kontingen diakuisisi,
berwujud, aktiva pajak tangguhan dan kewajiban, goodwill, biaya akuisisi,
pertimbangan kontingen , goodwill dan non pengendalian bunga dll
NC IFRS 4: Asuransi Kontrak (efektif 2006)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, DASB telah
mengeluarkan standar akuntansi untuk kontrak asuransi, namun banyak perbedaan
yang ada antara standar internasional dan Belanda.
NC IFRS 5: Tidak Lancar Aktiva yang Dimiliki untuk
Dijual dan Operasi yang Dihentikan (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, tidak seperti
kerangka internasional, "tidak ada persyaratan untuk aktiva tidak lancar
yang dimiliki untuk dijual (atau kelompok lepasan)" (hal. 8).
NC IFRS 6: Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral
(efektif 2006)
Menurut laporan KPMG 2006, ada banyak perbedaan antara
IFRS 6 dan pedoman Belanda setara. Sebagaimana dijelaskan dalam laporan,
"tidak seperti SAK, tidak ada pedoman khusus disediakan untuk eksplorasi
dan evaluasi (E & E) pengeluaran, dan standar umum berlaku" (hal.
119).
NC IFRS 7: Instrumen Keuangan: Pengungkapan (efektif
2009)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, perbedaan ada
dalam akuntansi untuk pengungkapan keuangan antara standar internasional dan
Belanda.
NC IFRS 8: Segmen Operasi (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, perbedaan ada
dalam pengukuran informasi segmen antara standar internasional dan Belanda.
NC IAS 1: Penyajian Laporan Keuangan (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada banyak
perbedaan antara kerangka kerja akuntansi internasional dan Belanda. Sebagai
contoh, tidak seperti IFRS, "format preskriptif dari neraca dan
perhitungan laba rugi yang berlaku" (hal. 8).
NC IAS 2: Persediaan (efektif 2005)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
dalam pengukuran persediaan dan dalam metode penentuan biaya antara standar
internasional dan Belanda.
NC IAS 7: Laporan Arus Kas (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, tidak seperti
IFRS, hanya entitas besar dan menengah diwajibkan untuk menyajikan laporan arus
kas dalam kerangka Belanda.
NC IAS 8: Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi
Akuntansi dan Kesalahan (efektif 2005)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara kerangka kerja internasional dan Belanda di akuntansi untuk mengoreksi
kesalahan. Sebagai contoh, laporan ini mencatat bahwa tidak seperti IFRS, dalam
kerangka Belanda "kesalahan mendasar harus diakui secara retrospektif di
set pertama laporan keuangan untuk diterbitkan setelah penemuan mereka.
Kesalahan material lain diakui dalam laporan laba rugi "(hal. 9).
NC IAS 10: Peristiwa setelah Periode Pelaporan (efektif
2005)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, "neraca harus
dibuat sebelum atau setelah penggunaan laba. Jika pilihan terakhir digunakan,
perbedaan dengan SAK bisa muncul, karena suatu entitas diperbolehkan untuk
menyajikan Dividen yang diusulkan sebagai kewajiban pada tanggal neraca
"(hal. 9).
NC IAS 11: Kontrak Konstruksi (efektif 1995)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara kerangka kerja internasional dan Belanda berkenaan dengan definisi
kontrak konstruksi.
EN IAS 12: Pajak Penghasilan (efektif 2001)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara kerangka kerja internasional dan Belanda berkenaan dengan definisi
kontrak konstruksi.
NC IAS 16: Aktiva Tetap (revisi 2009)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara kerangka kerja internasional dan Belanda berkenaan dengan akuntansi
untuk biaya pembongkaran, restorasi dan kewajiban semacam itu; inspeksi utama
dan pemeliharaan dan; dan penjualan barang-barang yang dimiliki untuk sewa.
NC IAS 17: Sewa (efektif 2010)
Menurut publikasi KPMG 2006, ada beberapa perbedaan
antara GAAP Belanda dan IAS 17. Publikasi 2009 Deloitte tidak menangani masalah
kepatuhan GAAP Belanda dengan IAS 17.
NC PSAK 18: Pendapatan (efektif 1995)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, tidak seperti kerangka
internasional, GAAP Belanda tidak mengandung persyaratan khusus pada
program-program loyalitas pelanggan.
NC IAS 19: Imbalan Kerja (revisi 2009)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, perbedaan antara
kerangka kerja internasional dan Belanda yang ada berkenaan dengan akuntansi
untuk rencana imbalan pasca-kerja. Sebagai contoh, seperti yang dijelaskan
dalam laporan tersebut, tidak seperti IFRS, "dalam laporan laba rugi dan
account, badan hukum harus mengakui kontribusi yang akan dibayarkan ke pemberi
pensiun sebagai beban" (hal. 10).
NC IAS 20: Akuntansi Pemerintah dan Pengungkapan Hibah
Bantuan Pemerintah (revisi 2009)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, tidak seperti
IFRS, GAAP Belanda yang tidak mengandung persyaratan khusus berkenaan dengan
akuntansi untuk hibah pemerintah non-moneter dan pinjaman pemerintah di tingkat
bawah-pasar.
NC IAS 21: Pengaruh Perubahan Tukar Mata Uang Asing
(efektif 2005)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, hanya ada sedikit
perbedaan antara IAS 21 dan GAAP Belanda berkenaan dengan akuntansi
"goodwill yang timbul sebagai akibat dari akuisisi entitas asing dan
penyesuaian nilai wajar pada nilai tercatat aktiva dan kewajiban yang timbul
sebagai akibat dari akuisisi "dan" jumlah kumulatif selisih kurs yang
ditangguhkan dalam komponen terpisah dari ekuitas yang berkaitan dengan
kegiatan operasi luar negeri dijual "(hal. 11).
NC IAS 23: Biaya Pinjaman (revisi 2009)
Menurut laporan Deloitte 2009, ada perbedaan antara
persyaratan internasional dan Belanda GAAP terutama karena tidak seperti IFRS,
dimana kapitalisasi adalah wajib, dalam kerangka kapitalisasi Belanda adalah
pilihan kebijakan akuntansi yang tersedia.
NC IAS 24: Pengungkapan Pihak Terkait (efektif 2005)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara kerangka kerja internasional dan Belanda berkenaan dengan pengungkapan
pihak terkait.
II IAS 26: Akuntansi dan Pelaporan oleh Rencana
Manfaat Pensiun (efektif 1998)
Ada informasi publik yang tersedia tidak cukup
mengatasi prinsip ini
NC IAS 27: Laporan dan Laporan Keuangan Tersendiri
(efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara IAS 27 dan persyaratan Belanda terkait. Beberapa daerah di mana kerangka
Belanda berbeda termasuk (tetapi tidak mencakup semua) persyaratan konsolidasi
untuk anak perusahaan, kelompok-kelompok kecil berukuran dan kepemilikan
menengah. Perbedaan juga diamati dalam persyaratan untuk laporan keuangan
tersendiri.
NC IAS 28: Investasi pada Perusahaan Asosiasi (revisi
2009)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, banyak perbedaan
yang diamati antara persyaratan internasional dan Belanda. Beberapa perbedaan
tersebut meliputi tapi tidak mencakup semua, perbedaan dalam definisi asosiasi,
pengukuran asosiasi, pengukuran non-asosiasi dan investasi pada perusahaan
asosiasi diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual dll
NC IAS 29: Pelaporan Keuangan di Hyperinflationary
Ekonomi (revisi 2009)
Menurut publikasi, KPMG 2006 "seperti SAK, ketika
mata uang fungsional entitas adalah hyperinflationary laporan keuangan tersebut
harus disesuaikan untuk menyatakan semua item dalam unit pengukuran saat ini
pada tanggal neraca" (hal. 19). Namun, perbedaan memang ada. Deloitte
tidak menangani masalah kepatuhan GAAP Belanda dengan IAS 29
NC IAS 31: Partisipasi dalam Joint Ventures (revisi
2009)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara IAS 31 dan persyaratan Belanda terkait sehubungan dengan konsolidasi
untuk usaha patungan, laporan keuangan terpisah untuk usaha patungan, dan
akuntansi untuk kehilangan pengendalian bersama.
NC IAS 32: Instrumen Keuangan: Penyajian dan
Pengungkapan (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara IAS 32 dan persyaratan Belanda terkait sehubungan dengan klasifikasi
instrumen sebagai ekuitas atau kewajiban, akuntansi untuk saham preferensi, dan
akuntansi untuk instrumen puttable sebesar nilai wajar.
NC IAS 33: Laba per Saham (efektif 2005)
Menurut publikasi KPMG 2006, GAAP Belanda berbeda dari
IAS 33. Sebagaimana dijelaskan dalam laporan, "tidak seperti SAK, tidak
ada persyaratan untuk menyajikan EPS untuk diskon operasi" (hal. 97).
Publikasi 2009 Deloitte tidak menangani masalah kepatuhan GAAP Belanda dengan
IAS 33.
EN IAS 34: Pelaporan Keuangan Interim (efektif 1999)
Menurut publikasi KPMG 2006, GAAP Belanda dan IAS 34
sangat mirip. Publikasi 2009 Deloitte tidak menangani masalah kepatuhan GAAP
Belanda dengan IAS 34.
NC IAS 36: Penurunan Nilai Aktiva (revisi 2009)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara internasional dan persyaratan Belanda sesuai berkenaan dengan waktu tes
penurunan; mengalokasikan goodwill untuk unit penghasil kas dan penyesuaian
kembali dari kerugian penurunan nilai goodwill.
NC PSAK 37: Ketentuan, Kewajiban Kontinjensi dan Aset
Kontinjensi (efektif 1999)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada banyak perbedaan
antara PSAK 37 dan persyaratan Belanda sesuai dengan hormat dengan akuntansi
biaya pemeliharaan yang besar, penyisihan reorganisasi, pengukuran atau
ketentuan dan bunga.
NC IAS 38: Aktiva Tidak Berwujud (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada perbedaan
antara IAS 38 dan persyaratan Belanda sesuai dengan hormat dengan akuntansi
masa manfaat berwujud; iklan dan promosi kegiatan, dan pengujian penurunan
nilai.
NC PSAK 39: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran (efektif 2010)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, ada banyak
perbedaan antara persyaratan Belanda internasional dan sesuai. Beberapa bidang
perbedaan termasuk (tetapi tidak mencakup semua) klasifikasi aset keuangan;
klasifikasi kewajiban keuangan; pengukuran aset keuangan; pengukuran aset
keuangan, dan perubahan karena akuntansi nilai wajar dll
NC IAS 40: Properti Investasi (efektif 2009)
Menurut perbandingan Deloitte 2009, perbedaan antara
persyaratan Belanda internasional dan sesuai dengan hormat dengan akuntansi
untuk perubahan nilai wajar properti investasi dinyatakan sebesar nilai wajar.
NC IAS 41: Pertanian (efektif 2009)
Menurut
perbandingan Deloitte 2009, kerangka Belanda tidak memiliki persyaratan
spesifik berkaitan dengan akuntansi untuk kegiatan pertanian.
SUMBER:
http://akuntansibisnis.wordpress.com/2010/10/12/menuju-penerapan-ifrs-2011/
http://www.setjen.depkeu.go.id/download/ppajp/UUNo5Tahun2011tentangAkuntanPublik.pdf
http://www.setjen.depkeu.go.id/download/ppajp/UUNo5Tahun2011tentangAkuntanPublik.pdf
0 komentar:
Posting Komentar